Jumat, 20 September 2013

Jejak-Jejak Suci Sang Pangeran Santri

“Tunggu saja, Ustadz. Bila memang masanya telah tiba, aku akan mengajak Ustadzuntuk turut berjuang bersama.”“Apa yang kau maksud adalah melakukan pemberontakan?!”“Iya. Ananda telah mendiskusikan hal ini dengan Kiai Mahmud. Beliau juga bersediamendukung usaha-usaha Ananda nanti. Terlebih beliau juga cukup dekat dengan Ayahandadan keluarga yang masih tinggal di istana.”“Tapi, Anakku. Sebaiknya kau harus berhati-hati. Terlebih dalam mencari bantuanuntuk mendukung misimu. Aku merasa ada gelagat kurang baik dari Kiai Mahmud.”“Sudah, Ustadz. Ananda yakin itu hanya perasaan Ustadz saja. Mohon doanya, agar misi Ananda diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala.” Aku meyakinkan ustadzku. Ustadz yangselama ini ku anggap seperti ayahku.‘***Undangan itu baru saja selesai ku baca. Undangan agar aku menghadiri perayaanGrebeg, perayaan Maulid Sang Utusan Illahi, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Jujur,aku tak ingin datang. Jengah aku berada di antara kumpulan orang-orang munafik itu.Mengaku beriman, tapi dengan murahnya mereka menjual kesetiaan hanya demi harta danistana. Tapi, entah, ada aturan dari mana, hingga menyebabkan aku dan keluarga istanaharus menghadirinya.Ibu yang sedari tadi duduk di dekatku, bertanya padaku. “Bagaimana, Anakku? Nantikau akan datang ke upacara dan menemani ibu, kan?’“Iya, Ibu. Insya Allah Ananda akan menemani Ibunda ke keraton.” Jawabku pasti.Tapi, tunggu! Kenapa mendadak hatiku tak enak?! Allahu Rabbi , gerangan apa yang terjadinanti. Ku pasrahkan segalanya padaMu.***Para prajurit itu berbaris rapi di halaman istana. Gunungan makanan yang terdiri atasbuah-buahan, jajanan pasar, dan berbagai makanan itu telah ditata rapi oleh abdi dalem .Berjalan beriringan menuju Masjid Besar, tempat prosesi selanjutnya, dengan disaksikanrakyat yang berdiri di pinggir jalan.Aku menyaksikan acara itu dengan kesedihan. Betapa tidak?! Mereka nantinya akanberebutan mengambil makanan dari gunungan dan menganggapnya berkah dari TuhanSeluruh Alam. Ahh, betapa rapuhnya iman mereka. Lalu, ku putuskan untuk berada di dalam istana. Tapi, ada pemandangan aneh yangku lihat di sana! Ayahanda mengundang penjajah Eropa, mengundang penjajah dalamperayaan kelahiran utusanNya!Mengetahui kedatanganku, seorang pimpinan penjajah itu menghampiriku. “Goedemorgen! 3 Apa kabar Anda, Pangeran?” Tanyanya basa-basi. Berkulit putihkemerahan, seragam biru penuh simbol. Yang ku tahu, dia adalah Jenderal De Koch. Sangpimpinan tertinggi Belanda.“ Alhamdulillah , cukup baik.” Jawabku singkat.“Saya dengar Tuan sangat rajin dalam beribadah dan tekun dalam mempelajari illmuagama.”“Iya. Karena saya ingin membersihkan tanah Yogyakarta dari noda-noda kedzalimanbangsa Eropa dan meluruskan kembali orang-orang agar setia pada agamanya.”“Apa maksudmu, Anakku?! Ayah tak pernah mengajarkanmu untuk bersikap sepertiitu!”“Maafkan Ananda, Ayahanda. Meski Ayah tak suka dan tak mengizinkan, tapiAnanda akan tetap memerangi orang-orang biadab ini agar pergi dari tanah Jawa!”“Tak disangka! Ternyata Anda berani sekali, Tuan. Kalo begitu, Anda tak akan bisakembali lagi ke kediaman Tuan!”“Apa maksudmu?!”“Ini salah Anda, Tuan! Karena Anda tak mau bekerja sama dan berbaik hati padakami.” Jelas Irlander padaku.“Juga karena Anda terlalu mudah percaya dengan orang lain!” Aku tertegun. Kata-kata itu keluar dari sosok yang sangat ku kenal perawakannya. Kiai Mahmud!“Aku takkan pernah sudi berbaik hati dengan pengecut sepertimu! Dengan caraserendah ini kau menangkap musuhmu?! Aku tak akan pernah takut denganmu, Ya Kuffar !Kau dan bangsamu telah mendatangkan kesengsaraan pada negeriku! Kau telahmencampakkan noda-noda pada agama! Namaningsun Kanjeng Sultan Ngabdulkamid. 3 Selamat pagi!(Belanda) Wong Islam kang padha mukir arsa ingsun tata, Jumeneng ingsung Ratu Islam TanahJawi 4 ! ”“ Zuur !! 5 Tangkap cecunguk itu!!!!”Spontan, aku mengambil kuda-kuda. Berusaha melakukan pertahanan danperlawanan yang aku bisa. Telah ku halau segala serangan. Dan saat ku balikkan badan,aku mendengar letusan.DOORRR!!!Darah mengucur deras dari dadaku. Sebutir peluru panas telah singgah di dalamtubuhku. Sesaat, aku melihat pemilik tangan yang telah tega menarik pelatuk pistol yangdiarahkan padaku. Ia menembakku dengan keadaan belati yang telah ditempelkan penjajahdi lehernya.Ibunda? Kaukah itu?

Ebook: Yang Fana Adalah Waktu (Trilogi Hujan Bulan Juni #3)

Sinopsis Yang Fana Adalah Waktu (Trilogi Hujan Bulan Juni #3) Ketika sebuah kisah mendekati akhir, ada saja kisah baru yang muncul mengganti...