KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur pada Allah SWT, yang memberikan hidayah dan taufiq
sehingga tim penulis dapat menyelesaikan penelitian studi kasus ini. Shalawat
beriring salam senantiasa pada baginda Muhammad SAW, melalui risalahnyalah kita
dapat menikmati berbagai macam ilmu pengetahuan.
Penelitian studi
kasus sederhana yang berjudul “Kendali Puberitas Remaja” ini kami buat
dengan usaha keras untuk tugas mata kuliah Pengantar Bimbingan Konseling, kami
sadar masih banyak kekurangannya. Dengan ikhlas dan lapang hati demi
penyempurnaan studi kasus ini, kami mengharapkan kritik dan saran serta uluran
tangan dari pembaca.
Terimakasih kami
ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan informasi
kepada kami dalam penelitian studi kasus ini. Semoga bukan hanya bermanfaat
bagi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry tetapi juga untuk khalayak ramai
masyarakat Aceh.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Studi Kasus
Dalam era
kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh
perkembangan dunia akan tetapi belum tentu diimbangi dengan perkembangan
karakter dan mental yang mantap. Seorang Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai tugas yaitu membantu mengatasi
permasalahan dan hambatan dalam perkembangan siswa.
Setiap siswa
sebenarnya mempunyai masalah yang variatif. Baik bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena kurangnya kemampuan siswa dalam memahami dan menanggapi hambatan atau permasalahan, maka konselor – pihak yang berkompeten – perlu memberikan
intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan
permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa
diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.
Untuk
mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat
digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case
Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang
dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung –
seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis,
interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui.
Studi kasus
akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobjektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan
hambatan yang dialami siswa sampai ke akar masalah, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan
dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.
B. Pengertian Studi Kasus
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan dua pengertian tentang Studi Kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan)
intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang
biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus
merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu,
seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan
dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus.
Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau
seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami
kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta menolongnya dalam usaha
penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam
Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ;
Ø Studi
kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk
membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
Ø Studi
kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang
murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian
yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).
Ø Studi
kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan
dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus
menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa
sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang
dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan
interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan
problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi
berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah
suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik, bahan
dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah
atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu
mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman
permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan
(prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi
terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang
mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris
dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan
hambatan individu dalam penyesuaiannya.
v Tujuan Studi Kasus
Studi
Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam
keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman siswa
yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang
lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga
siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta
keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.
v Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau
masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang
biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang
menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan
untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat
rohani/ tidak mengalami gangguan mental.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kasus (Background)
Putrie ialah remaja kelahiran Batam yang berumur 17 tahun. Ia santri kelas 3 SMA di salah satu pesantren di Aceh. Ia bergaya trendy
dan fashionable yang tinggi dibanding dengan teman-temannya di pesantren. Putrie merupakan anak kedua dari 4
bersaudara. Kakaknya kuliah
di UI.
Sementara kedua adiknya masih kecil. Ayah Putrie berasal dari Aceh, bekerja di
sebuah perseroan terbatas yang harus bekerja sebulan penuh di luar Pulau Batam. Ibu Putrie sseorang ibu rumah
tangga. Karena kesibukan ayah dengan bisnis dan ibunya yang mengurus kedua
adiknya, ditambah lagi lingkungan pergaulan yang terlalu bebas di perkotaan, Putrie
dikirim ke salah satu pesantren di Aceh karena disana ada rumah kakeknya. Sehingga
jika masa liburan, ia juga bisa dijaga oleh kakek.
Putrie tak pernah kekurangan
finansial,
segala keperluan dikirim oleh ayahnya. Akan tetapi ia tidak memiliki banyak teman, karena pergaulannya
level kota. Sementara kebanyakan kawan-kawannya hanyalah orang-orang sederhana.
Namun prestasi belajar Putrie lumayan bagus. Bahasa Inggrisnya pun lancar. Bahkan ia pernah mendapat ranking 1 di kelas 1
SMP.
Identifikasi
Kasus
Berawal dari masa UN, ia sering berada di pustaka saat
itu. Suatu hari di pustaka, ia bertemu seorang santriwan, Putroe. Tanpa sengaja
kontak mata terjalin lama saling pandang. Sampai saat liburan UN mereka memulai
komunikasi lewat handphone dan jejaring social. Keduanya pun terjalin akur dan
kisah kasih dimulai disini. Hubungan terjalin sampai kelas 3 SMA. Hingga mereka
pun memberanikan diri membawa sebuah hp yang disembunyikannya secara
rahasia di pesantren. Agar tidak ketahuan oleh para ustazah. Padahal, barang elektronik
adalah barang terlarang dalam pesantren. Hukumannya pun bisa jadi dikeluarkan.
Perubahan
banyak terjadi pada Putrie, ia sering membolos ke
mushalla, kelas dan aktivitas lain. Ia bermain handphone di tempat-tempat
tersembunyi. Bahkan saat libur hari Jumat Putrie berbohong pada ustazah dengan
alasan pergi berbelanja keperluan ternyata ketemuan dengan
Putroe. Mereka mulai kebiasaan keluar pesantren untuk bertemu, jalan-jalan, dan terjadilah
apa yang terjadi.
Putrie mengalami kemunduran dalam prestasi belajarnya. Di kelas sering
melamun, dan terlihat susah konsentrasi. Saat melamun Putrie tampak kuatir. Dia lebih sering mencoret-coret buku catatannya,
sehingga Putrie sering tidak mempehatikan pelajaran yang
diikutinya. Oleh karena itu Putrie sering mengerjakan PR saat pagi hari di kelas
dengan meminjam pekerjaan temannya, juga sering tidak mengerjakan tugas yang
diberikan ustazah. Shalat jamaah jarang dihadiri dan sering
mengantuk jika berjamaah di mushalla.
Perilaku mereka tak bisa disembunyikan dari para ustad dan ustazah. Lambat laun hubungan mereka ketahuan. Mereka pun disidang dan
dihukum dengan pemanggilan orangtua. Seiring mendapat hukuman karena
pelanggaran-pelanggaran yang ia lakukan. Putroe
dan Putrie
dirujuk kepada seorang konselor dan
berkonsultasi dengan pimpinan pondok pesantren, membicarakan problem tersebut
pada orangtua mereka, dan merujuk Putrie pada pertolongan yang lebih intensif. Konselor
telah menghubungi orangtua mereka untuk izin konsultasi.
B. Analisis Kasus
Uraian
beberapa gejala yang terdapat pada kasus Putroe, rincian masalahnya, memungkinan
penyebab masalah atau aspek diagnosis, dan kemungkinan akibat yang muncul dari
masalah itu atau aspek prognosisnya.
1.
Kemungkinan Penyebab Melanggar Tata Tertib
·
Tidak
begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di
pesantren, hal itu terjadi mungkin karena aturan tersebut tidak didiskusikan
dengan santri sehingga hanya terpaksa mengikutinya.
·
Santri
yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, baik di
rumah maupun di masyarakat.
·
Ciri
khusus perkembangan remaja yang agak sukar diatur tetapi belum dapat mengatur
diri sendiri
·
Ketidak
puasan pada mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada pelanggaran terhadap tata
tertib sekolah.
·
Terjadi
kerengganan hubungan antara guru dan murid.
·
Suasana
sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa
·
Merasa
kurang mendapatkan perhatian dari ustad
·
Takut
masuk kelas karena tidak membuat tugas dari guru
2.
Sebab dan Akibat dari Melanggar Tata Tertib
Ø Tidak mengindahkan peraturan.
Ø Tidak shalat jamaah, berbohong, membawa
alat-alat elektronik, bolos kehadiran di kelas, dan tidak mengerjakan tugas.
Ø Sering keluar pesantren.
Ø Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali.
Ø Ciri khusus perkembangan remaja yang agak sukar diatur tetapi belum
dapat mengatur diri sendiri.
Ø Akibatnya, tingkah laku
semakin tidak terkendali.
Ø Minat terhadap pelajaran akan semakin kurang
Ø Kegiatan belajar santri terganggu.
C. Penyuluhan Kasus (Treatment)
Dalam menangani kasus Putrie, Konselor menyusun beberapa metode.
1. Perencanaan Program
ü
Mempertemukan Putrie dengan kedua
orangtuanya
ü
Membimbing puberitas dengan nasehat
ü
Membahas peraturan-peraturan pesantren
bersama santri
ü
2. Pengorganisasian
ü
Memberi peluang OSIS untuk Putrie
ü
Menyarankan masuk organisasi keputrian
ü
Membuka banyak aktivitas bermanfaat
3. Pendekatan dan Teknik yang Digunakan
ü
Meluangkan waktu agar bisa curhat banreng
ü
Mengajak keterbukaan
4. Pemantauan dan Evaluasi
ü
Menyarankan ustazah agar lebih perhatian
dan pengertian.
ü
Memeriksa keamanan lingkungan pesantren
ü
Memantau aktivitas santri di pustaka
ü
Tidak sembarangan member izin pada santri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti kata Lenka Trouble is a Friend. Setiap
remaja punya masalah. Apalagi remaja yang tinggal jauh dari keluarga. Mereka
membutuhkan perhatian dan pengertian terhadap masalah-masalah yang dihadapi.
Orang-orang di seketar lingkungan juga bisa jadi pemicu positif maupun
negative. Tanpa adanya pengontrol akan berakibat fatal. Seperti kenakalan
remaja, pergaulan bebas, balapan liar dan perilaku negatif lain. Kurangnya
pergaulan sosial juga memicu tekanan masalah. Karena curahan emosi tak mampu
dibendung seorang diri. Maka perlulah seorang kawan untuk saling mencurah kan masalah
pribadi.
Kasus Putroe dan Putrie menjadi contoh real dalam
dunia remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar